Bila kita mengamat-amati keadaan sebagian besar komunitas umat Islam, kita menemukan kenyataan yang cukup mengkhawatirkan. Hal ini disebabkan banyak di antara mereka justru menggemari dan mengagumi tokoh idola yang gaya hidup dan perilakunya jauh dari ajaran Islam.
Kita sering melihat orang-orang yang mengidolakan penyanyi, aktor, pelawak, atlet olahraga, dan lain sebagainya, tanpa memperhatikan apakah hal ini sejalan dengan nilai-nilai agama yang dianut.
Ironisnya, dalam banyak kasus, nama-nama idola ini lebih dikenal daripada nama Nabi Muhammad shallallohu alaihi wa sallam serta para tokoh yang hidup dengan penuh ketakwaan dan pengabdian kepada Allah Subhanahu wa ta’alla.
Fenomena ini sungguh memprihatinkan, karena dalam penghargaan yang berlebihan terhadap idola, sering kali kita melupakan nilai-nilai agama yang seharusnya lebih kita junjung tinggi.
Pentingnya persoalan ini tidak bisa dianggap sepele. Pemahaman dan penghormatan terhadap tokoh idola bisa berdampak signifikan terhadap perilaku dan pola hidup seseorang.
Apa yang diidolakan, cenderung diikuti, termasuk baik dan buruknya. Ada kecenderungan mengadopsi gaya hidup dan pandangan yang diamini oleh idola kita, terlepas dari apakah hal tersebut sesuai dengan norma agama atau tidak.
Hal ini lebih didorong oleh alasan-alasan duniawi dan hasrat pribadi, bukan semata-mata sebagai bentuk pengabdian kepada Allah.
Tidak hanya itu, bahaya yang lebih besar terjadi ketika penghormatan terhadap idola mengarahkan seseorang untuk mengikuti langkah-langkah yang bertentangan dengan keyakinan Islam.
Secara perlahan, kita bisa saja terjebak mengikuti pandangan-pandangan yang tidak sejalan dengan ajaran agama kita, bahkan menuju pada hal-hal yang merusak iman dan keyakinan kita.
Pelan tapi pasti, kita bisa terjerumus dalam pola pikir dan praktik-praktik yang dianut oleh tokoh-tokoh idola tersebut.
Perlu kita sadari bahwa dalam diri setiap manusia, terdapat suatu fitrah atau kesadaran dasar tentang nilai-nilai baik dan buruk. Artinya, jika kita terlalu sering mencontoh perilaku dan gaya hidup orang-orang yang mungkin memiliki pandangan berbeda, perlahan-lahan kita akan terpengaruh oleh nilai-nilai yang mereka anut, baik itu positif maupun negatif.
Oleh karena itu, sangat penting bagi umat Islam untuk berhati-hati dalam memilih siapa yang dijadikan tokoh idola.
Jangan sampai kita terbawa arus kecintaan terhadap tokoh publik yang justru merusak dan menyimpang dari nilai-nilai agama. Dalam memilih idola, kita harus mengambil contoh dari tokoh-tokoh yang membawa inspirasi positif, yang menjunjung tinggi akhlak dan nilai-nilai Islami.
Sebagai umat yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama, kita harus selalu berupaya untuk mengambil contoh dari tokoh-tokoh yang mengajarkan kebaikan, kesederhanaan, dan ketaatan kepada Allah Subhanahuu wata’alla.
Dengan begitu, kita dapat menjaga keyakinan dan iman kita tetap kokoh dalam menghadapi pengaruh negatif dari luar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan dengan keras bahaya perbuatan ini dalam sabda beliau: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka”
Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin rohimahulloh pernah berkata :
“Engkau akan menjumpai bahwa orang yang paling jauh dari Iman dan Islam itu adalah orang-orang yang tertipu dengan penampilan orang-orang kafir, dan suka menyerupai mereka.” ( Syarh Iqtidho’ Shirothil Mustaqim, hal. 218.)
Artinya, akan ada diantara umat Islam ini, orang-orang yang suka membebek dan mengekor orang-orang kafir, dalam sebagian amal perbuatan mereka. Apakah itu akhlaknya, gaya penampilannya, cara berpakaiannya, bahkan pada sebagian ibadahnya, dan lain-lain.
Dan itulah orang-orang Islam, tetapi mereka sangat jauh dari tuntunan agama Islam itu sendiri.
Di dalam hadits-hadits yang shohih, banyak dijelaskan oleh Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam, bahwa umat Islam ini suatu saat akan suka membebek atau mengekor terhadap orang-orang kafir, dalam sebagian perilaku dan keyakinan mereka !
Diantara dalil yang menunjukkan hal itu, diantaranya adalah hadits dari Abu Hurairah rodhiyallohu anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Kiamat tidak akan terjadi, hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.
Lalu ada yang menanyakan pada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam : “Apakah mereka (umat Islam) itu akan mengikuti seperti Persia dan Romawi ?
Beliau menjawab, “Siapa lagi kalau bukan mereka ?“ (HR. Al-Bukhari no. 7319)
Kemudian, dalam hadits dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (lobang yang sempit di dalam tanah, milik hewan sejenis biawak), pasti kalian pun akan mengikutinya.
Kami (para sahabat) berkata : “Wahai Rosulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani ?” Beliau menjawab : “Lantas siapa lagi kalau bukan mereka ?”(HR. Muslim no. 2669).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh menjelaskan :
Tidak diragukan lagi, bahwa umat Islam itu kelak akan ada yang mengikuti jejak Yahudi dan Nasrani dalam sebagian perkara ! ( Majmu’ Al Fatawa, 27/286)
Beliau juga menerangkan, bahwa dalam shalat ketika membaca surat Al-Fatihah, kita selalu meminta pada Allah agar diselamatkan dari jalan orang yang dimurkai dan jalan orang-orang yang sesat, yaitu jalannya Yahudi dan Nasrani.
Dan sebagian umat Islam ada yang sudah terjerumus mengikuti jejak kedua golongan tersebut ! ( Majmu’ Al-Fatawa, 1/65)
Imam An-Nawawiro himahulloh, ketika menjelaskan hadits di atas mengatakan:
Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziroo’ (hasta) serta lubang dhob (yakni lubang sempit milik hewan yang hidup di dalam tanah), adalah suatu permisalan bahwa tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah laku orang-orang Yahudi dan Nashrani.
Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan mereka, bukan dalam hal-hal kekafiran mereka yang diikuti.
Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau, karena apa yang beliau katakan telah terjadi pada saat-saat ini ( Syarh Shohih Muslim, 16/219)7504:13
Demikianlah, jadi perbuatan sebagian kaum muslimin yang selalu mengikuti tingkah laku orang-orang kafir, sudah banyak diberitakan oleh Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam di dalam hadits-hadits beliau yang shohih.
Hadits-hadits tersebut di atas, meskipun lafadznya berupa berita (kabar), tetapi maknanya adalah berupa larangan, yakni larangan dari Tasyabbuh (meniru atau mengikuti) mereka !
Ya, meskipun hal itu berupa kabar atau berita, dan itu juga berarti suatu Sunnatulloh (takdir Alloh) yang pasti akan terjadi, tetapi hal itu bukan berarti bahwa perbuatan tersebut adalah boleh. Sekali-kali tidak seperti itu, tetap TIDAK BOLEH !
Bahkan secara umum kita dilarang menyerupai mereka dalam hal yang menjadi kekhususan mereka. Penyerupaan ini dikenal dengan istilah TASYABBUH !
Lebih-lebih, banyak sekali hadits lainnya yang sangat tegas melarang dari perbuatan Tasyabbuh tersebut !
Diantara dalil yang menunjukkan itu, adalah sebuah hadits dari Ibnu ‘Umar rodhiyallohu anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia adalah termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad (2/50), dan Abu Daud no. 4031.
Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ (1/269) mengatakan, bahwa sanad hadits ini jayyid/bagus. Syaikh Al-Albani rohimahulloh juga mengatakan bahwa hadits ini shohih, sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269)
Dalil lainnya, hadits dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Bukan termasuk golongan kita, siapa saja orang yang menyerupai orang selain kita.” (HR. AT – Tirmidzi no. 2695. Syaikh Al-Albani rohimahulloh mengatakan, bahwa hadits ini hasan).
Dan masih banyak lagi dalil yang lainnya.
Mungkin ada yang bertanya, mengapa kita dilarang meniru-niru orang kafir secara lahiriyah ?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh menjelaskan :
“Sesungguhnya, keserupaan dalam perkara lahiriyah (secara fisik), bisa berpengaruh pada keserupaan dalam hal akhlak dan amalan. Oleh karena itu, kita dilarang tasyabbuh (meniru/menyerupai ) dengan orang-orang kafir.” ( Majmu’ Al-Fatawa, 22/154).
Dalam kitab Majmu’ Al-Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahulloh juga berkata
“Jika dalam perkara adat (kebiasaan) saja, kita dilarang tasyabbuh dengan mereka, bagaimana lagi dalam perkara yang lebih dari itu ?!” ( Majmu’ Al-Fatawa, 25/332)
Kesimpulannya :
• Perbuatan Tasyabbuh dengan orang-orang kafir itu adalah dilarang dan haram hukumnya
Dan hal itu akan menjadikan mereka sebagai orang-orang yang sangat jauh dan paling jauh dari tuntunan agamanya sendiri.
Kita memohon kepada Alloh ta’ala, agar senantiasa memberikan hidayah dan taufiq-Nya kepada kita semua, agar Istiqomah di atas tuntunan syari’at agama Islam yang mulia ini, sampai akhir hayat kita nanti.
Dan dijauhkan dari semua bentuk kesesatan dan penyimpangan dalam beragama. Aamiin